Antara Miskin Harta dan Miskin Akhlak

Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah nasib orang-orang miskin. Sudah didera oleh keterjepitan ekonomi, minimnya pendapatan dan sulitnya mencari penghidupan, malah kemudian ditimpakan lagi beban psikologis sebagai sasaran kesalahan.
Menjadi orang miskin bukanlah hal yang memalukan. Sudah merupakan ketentuan Tuhan bahwa dalam kehidupan ini ada yang kaya dan ada yang miskin. Kalaulah kemiskinan itu adalah hal yang memalukan, maka mafhum mukhalafahnya, orang kaya harus diberikan penghargaan dan memperoleh pemuliaan. Cara berfikir seperti ini sangat membahayakan moralitas ummat, karena ummat akan berlomba-lomba mencari kekayaan dengan menghalalkan segala cara, yang penting lepas dari kemiskinan. Dan orang-orang yang sudah kadung kaya akan berusaha mempertahankan kekayaannya tanpa harus peduli dengan nasib masyarakatnya.
Bagaimanapun menjadi orang miskin bukanlah pilihan, tetapi lebih besar disebabkan oleh ketidakberpihakan sistem kepada mereka. Kemiskinan yang mendera mereka sebenarnya bukanlah hal yang memalukan tapi harus disikapi dan dirasakan sebagai hal yang memilukan.
Menurut Amartya Sen, kemiskinan itu mencakup tiga hal yaitu, lack of opportunity (kurangnya kesempatan), lack of capability (kurangnya kecakapan), dan lack of income (kurangnya penghasilan). Ketiga hal ini berjalin berkelindan bagaikan lingkaran setan. Yang paling bertanggung jawab memutuskan rantai ini adalah para penguasa yang memiliki kekayaan, yang duduk di kursi kekuasaan dan yang menguasai berbagai kecakapan dalam pengelolaan masyarakat. Kaum miskin sudah tak berdaya lagi melepaskan diri dari lingkaran setan serba kekurangan ini, karena terus-menerus berkutat dalam kesulitan yang bagaikan tak ada habis-habisnya.
Menjadi miskin bukanlah hal yang memalukan. Yang memalukan itu adalah mengambil sesuatu yang bukan haknya, melakukan pelanggaran dan pelecehan terhadap hukum, dan tak memiliki kepedulian. Dan hal ini dapat dilakukan oleh strata sosial mana saja, apakah lapisan bawah, menengah maupun lapisan atas.
Kalau orang kecil mengambil yang bukan haknya, melanggar dan melecehkan hukum dan kurang memiliki kepedulian, – walaupun memalukan- tapi masih dapat dimaklumi (bukan berarti disetujui). Tapi kalau yang melakukan hal di atas adalah orang-orang yang memang sudah mapan tapi masih korupsi, yang paham hukum tapi masih melanggar dan melecehkan, yang mengurus kemaslahatan ummat malah jadi penguras asset ummat, ini adalah hal yang sangat-sangat memalukan.
Bahkan jadi orang miskin bisa lebih mulia bila dia tetap konsisten dalam mencari penghasilan yang halal walaupun dengan bersusah payah, yang berusaha meningkatkan kecakapan atau memperoleh pekerjaan sesuai kadar kecakapannya, dan berbuat sebaik-baiknya dalam kapasitasnya.
Orang yang tidak miskin tapi ngaku-ngaku sebagai orang miskin, supaya bisa nyerobot hak orang miskin, memang memalukan. Tapi yang lebih memalukan lagi, orang yang tahu bahwa dia udah kayaraya, tapi masih juga nyerobot dan menilap harta yang bukan hak dia.
Jadi, tidak perlu malu menjadi orang miskin, karena menjadi miskin itu bukanlah hal yang memalukan. Yang memalukan itu adalah kalau kita tidak bermoral. Mari kita sama-sama kampanyekan ke tengah-tengah masyarakat “Malu Jadi Orang Tak Bermoral”. (hd/liputanislam.com)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Antara Miskin Harta dan Miskin Akhlak"

Post a Comment