Api abadi Mrapen
Api
Alam Mrapen pernah digunakan untuk menyalakan obor dalam kegiatan pesta
olahraga international (Ganefo I) pada tanggal 1 November 1963 di
Jakarta demikian pula untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) X tahun 1989,
dan PON XIV tahun 1996. Selain untuk kegiatan penyalaan api olahraga
juga digunakan pula untuk upacara hari raya waisak.
Batu bobot yang dikeramatkan
Tak
jauh dari lokasi berkobar api terdapat sebuah batu bobot, yang menurut
penduduk setempat diyakini akan mampu mengabulkan semua permintaan siapa
saja yang bisa mengangkat batu tersebut sambil duduk. Batu itu sendiri
terletak dalam sebuah cungkup dan terkunci rapat. Dari luar kita masih
bisa melihat batu tersebut dari jendela kaca yang tersedia. Waktu saya
mencoba melihat kedalam, nampak sekali batu tersebut dikeramatkan,
terlihat dengan adanya taburan bunga setaman pada batu tersebut dan bau
wangi-wangian yang masih perlahan tercium dari luar pintu.
Misteri Peninggalan Sunan Kalijaga di Mrapen
Mrapen
adalah nama sebuah dukuh yang luasnya kurang lebih 8600 m2. Di atas
tanah seseorang yang bernama Nyonya Perminah (alm) letak di pinggir Semarang Purwodadi yaitu 36 km dari Semarang termasuk wilayah Desa
Manggar Mas Kecamatan Godong, kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Ditemukan
pertama kali oleh Sunan Kalijaga ketika beliau bersama rombongannya
membawa benda-benda pusaka dari kerajaan majapahit. Dibawa ke Demak Pada
masa Prabu Wijaya 5 Majapahit runtuh kira-kira tahun 1478 M. Salah satu
penyebab runtuhnya Majapahit adalah karena serangan prabu Gerindara Wardana dari Kediri kemudian Majapahit dapat dikuasai kerajaan Demak
Bintaro sehingga kerajaan Demak Bintaro mengambil semua benda-benda
kerajaan Majapahit dan dibawa ke Demak.
Sunan
Kalijaga beserta rombongannya sampailah di suatu tempat yang akhirnya
diputuskan oleh Sunan Kalijaga untuk bersitirahat sejenak sebagian
rombongan yang kelelahan dan haus kemudian beberapa orang membuat
makanan, karena bekal yang dibawa berupa bahan makanan yang
masih mentah. Karena tempat tersebut jauh dari pemukiman di situ tidak
ada api dan air bersih, Sunan Kalijaga dibantu beberapa orang sambil
berdoa agar mendapat api dan air. Setelah selesai Sunan Kalijaga
menancapkan tongkat ke tanah, ketika tongkatnya dicabut keluarlah api
dari tanah tersebut.
Kemudian
berjalan agak ke timur beliau menancapkan tongkatnya lagi ketika
dicabut mengeluarkan air yang sangat jernih. Betapa girangnya para
pengikut Sunan Kalijaga karena dapat menemukan air dan api untuk
memasak.
Setelah
beberapa saat Sunan Kalijaga dan rombongan melepas lelah, makan, minum
maka di putuskanlah untuk melanjutkan perjalanan ke Demak. Ketika hendak
berangkat salah satu pembawa benda kerajaan mengeluh kelelahan, maka Sunan Kalijaga menyuruh meninggalkan saja benda itu berupa “umpak” tiang
kerajaan majapahit (landasan tiang) sekarang benda tersebut dinamakan ”watu bobot” watu (batu), bobot (berat). Oleh Sunan Kalijaga batu ini ditinggal karena dapat
memperlambat perjalanan. Sebab batu ini ketika dibawa oleh pengikut
Sunan Kalijaga dirasa semakin berat. Batu ini kemudian digunakan oleh
Empu Supa untuk landasan keris Kyai Sengkelat dan akhirnya Sunan Kalijaga beserta rombongannya melanjutkan ke Demak. Sampai di Demak
Sunan Kalijaga beserta rombongannya meletakan benda-benda kerajaan pada
suatu tempat.
Selang
beberapa hari kemudian Sunan Kalijaga teringat kepada adiknya yaitu
yang bernama ”Dewi Rosowulan” karena teringat kepada adiknya Sunan Kalijaga mengutus salah satu pengikutnya (Empu Supa) untuk mencari Dewi Rosowulan. Empu Supa adalah pembuat keris untuk senjata perang di
kesultanan Demak, maka berangkatlah Empu Supa untuk mencari Dewi
Rosowulan tapi anehnya Dewi Rosowulan sulit dipegang wujudnya
menyerupai seekor kijang, karena sekian lama menjalani ”topo ngidang” yaitu bertapa tanpa busana.
Empu Supa kembali ke Demak dengan tangan hampa lalu beliau menghadap Sunan
Kalijaga dan menceritakan kejadian tersebut lalu Sunan Kalijaga
memberinya selembar selendang ”CINDE” hanya dengan selendang itulah
adiknya dapat di bawa ke Demak. Karena keberhasilan Empu Supa maka Empu
Supa dinikahkan dengan Roso Wulan tapi sebelum dinikahkan dengan
Roso Wulan, Sunan KaliJaga meminta kepada Empu Supa untuk membuatkan keris
yang dibuatkan di suatu tempat yang telah tersedia api untuk
membakar, batu umpak untuk landasan menempa dan air untuk menyepuh (menyelup keris).
Di
tempat ini Empu Supa membuat keris yang diberi nama Keris Kyai Songlat
atau Kyai Selamet. Uniknya keris ini dibuat tidak menggunakan alat
pemukul (palu) tapi di tekan-tekan dengan jarinya
Karena
keris yang dibuat Empu Supa dianggap sangat ampuh maka beliau diberi
tugas oleh Sultan Demak untuk membuat pusaka kerajaan dan Mrapen dijadikan tempat (pusat) pembuatan senjata kerajaan.
Perkembangan Kebudayaan
Pada
waktu Sultan Trenggono memerintah Kesultanan Demak, Mrapen sangatlah
mendapat perhatian karena sebagai tempat pembuatan pusaka Kesultanan.
Peninggalan Sunan Kalijaga tersebut ( Mrapen ) diberikan sebagai tanah
perdikan kepada Ki Demang Singo Dirono. Kemudian perawatan
Mrapen dilanjutkan keturunannya sampai sekarang.
Berikut Silsilah juru kunci atau yang merawat Mrapen:
- Ki Demang Singo Dirono
- Ki Demang Singo Semito
- Ki Demang Kerto Semito
- ki Demang Kerto Leksono
- Ki Lurah Kromo Harjo (wafat tahun 1942)
- Nyi Parminah (1946-2000)
- Mulai tahun 2000-sekarang sebagai juru kunci dijalankan oleh ke-7 anak Nyi Parminah secara bergiliran.
- Api Alam (Api Abadi). Api ini di temukan pertama kali oleh Sunan kalijaga dengan cara menancapkan tongkat nya ke tanah. Oleh Empu Supa di pakai untuk membakar keris.Timbulnya api karena adanya gas yang keluar dari dalam tanah lalu terbakar, pusat semburan gas yang berdiameter kurang lebih 1,5 m. Diberi tumpukan batu kapur agar tidak membahayakan orang
- Sendang atau Sumur. Sendang ini ketika di temukan oleh Sunan Kalijaga dengan cara tersebut diatas air jernih. Semenjak di gunakan Empu Supa untuk menyepu keris Kyai Sengkelat airnya berubah menjadi keruh agak kekuning-kuningan dan kelihatan mendidih tapi tidak panas
- Batu Bobot. Terletak di rumah kecil sebelah utara api terdapat beda yang menyerupai umpak yang di beri nama ”Batu Bobot” yang artinya batu berat.
0 Response to "Misteri Batu Bobot dan Api Abadi Mrapen"
Post a Comment