Ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab perilaku durhaka istri terhadap suami, antara lain :
- Kedudukan sosial istri lebih lebih tinggi daripada kedudukan suami,
- Istri lebih kaya dari suami,
- Istri lebih pandai dari suami,
- Watak istri lebih keras dari suami,
- Istri berasal dari lingkungan budaya yang menempatkan perempuan lebiih berkuasa daripada suami,
- Istri tidak mengerti tuntunan agama yang menempatkan istri dan suami pada ketentuan yang sebenarnya.
Adapun 10 perilaku durhaka istri terhadap suami adalah sebagai berikut :
Sebelum menikah, seorang wanita
membayangkan pernikahan yang begitu indah, kehidupan yang sangat
romantis sebagaimana ia baca dalam novel maupun ia saksikan dalam
sinetron-sinetron.
Ia memiliki gambaran yang sangat ideal
dari sebuah pernikahan. Kelelahan yang sangat, cape, masalah keuangan,
dan segudang problematika di dalam sebuah keluarga luput dari gambaran
nya.
Ia hanya membayangkan yang indah-indah dan enak-enak dalam sebuah perkawinan.
Akhirnya, ketika ia harus menghadapi
semua itu, ia tidak siap. Ia kurang bisa menerima keadaan, hal ini
terjadi berlarut-larut, ia selalu saja menuntut suaminya agar keluarga
yang mereka bina sesuai dengan gambaran ideal yang senantiasa ia impikan
sejak muda.
Seorang wanita yang hendak menikah,
alangkah baiknya jika ia melihat lembaga perkawinan dengan pemahaman
yang utuh, tidak sepotong-potong, romantika keluarga beserta
problematika yang ada di dalamnya.
2. Nusyus (tidak taat kepada suami)
Nusyus adalah sikap membangkang, tidak
patuh dan tidak taat kepada suami. Wanita yang melakukan nusyus adalah
wanita yang melawan suami, melanggar perintahnya, tidak taat kepadanya,
dan tidak ridha pada kedudukan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
tetapkan untuknya.
Nusyus memiliki beberapa bentuk, diantaranya adalah:
1. Menolak ajakan suami ketika mengajaknya ke tempat tidur, dengan terang-terangan maupun secara samar.
2. Mengkhianati suami, misalnya dengan menjalin hubungan gelap dengan pria lain.
3. Memasukkan seseorang yang tidak disenangi suami ke dalam rumah
4. Lalai dalam melayani suami
5. Mubazir dan menghambur-hamburkan uang pada yang bukan tempatnya
6. Menyakiti suami dengan tutur kata yang buruk, mencela, dan mengejeknya
7. Keluar rumah tanpa izin suami
8. Menyebarkan dan mencela rahasia-rahasia suami.
Seorang istri shalihah akan senantiasa
menempatkan ketaatan kepada suami di atas segala-galanya. Tentu saja
bukan ketaatan dalam kedurhakaan kepada Allah, karena tidak ada ketaatan
dalam maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia akan taat kapan pun,
dalam situasi apapun, senang maupun susah, lapang maupun sempit, suka
ataupun duka. Ketaatan istri seperti ini sangat besar pengaruhnya dalam
menumbuhkan cinta dan memelihara kesetiaan suami.
3. Tidak menyukai keluarga suami
Terkadang seorang istri menginginkan
agar seluruh perhatian dan kasih sayang sang suami hanya tercurah pada
dirinya. Tak boleh sedikit pun waktu dan perhatian diberikan kepada
selainnya. Termasuk juga kepada orang tua suami. Padahal, di satu sisi,
suami harus berbakti dan memuliakan orang tuanya, terlebih ibunya.
Salah satu bentuknya adalah cemburu
terhadap ibu mertuanya. Ia menganggap ibu mertua sebagai pesaing utama
dalam mendapatkan cinta, perhatian, dan kasih sayang suami. Terkadang,
sebagian istri berani menghina dan melecehkan orang tua suami, bahkan ia
tak jarang berusaha merayu suami untuk berbuat durhaka kepada orang
tuanya. Terkadang istri sengaja mencari-cari kesalahan dan kelemahan
orang tua dan keluarga suami, atau membesar-besarkan suatu masalah,
bahkan tak segan untuk memfitnah keluarga suami.
Ada juga seorang istri yang menuntut
suaminya agar lebih menyukai keluarga istri, ia berusaha menjauhkan
suami dari keluarganya dengan berbagai cara.
Ikatan pernikahan bukan hanya menyatukan
dua insan dalam sebuah lembaga pernikahan, namun juga ‘pernikahan antar
keluarga’. Kedua orang tua suami adalah orang tua istri, keluarga suami
adalah keluarga istri, demikian sebaliknya. Menjalin hubungan baik
dengan keluarga suami merupakan salah satu keharmonisan keluarga. Suami
akan merasa tenang dan bahagia jika istrinya mampu memposisikan dirinya
dalam kelurga suami. Hal ini akan menambah cinta dan kasih sayang suami.
4. Tidak menjaga penampilan
Terkadang, seorang istri berhias,
berdandan, dan mengenakan pakaian yang indah hanya ketika ia keluar
rumah, ketika hendak bepergian, menghadiri undangan, ke kantor,
mengunjungi saudara maupun teman-temannya, pergi ke tempat perbelanjaan,
atau ketika ada acara lainnya di luar rumah. Keadaan ini sungguh
berbalik ketika ia di depan suaminya. Ia tidak peduli dengan tubuhnya
yang kotor, cukup hanya mengenakan pakaian seadanya: terkadang kotor,
lusuh, dan berbau, rambutnya kusut masai, ia juga hanya mencukupkan
dengan aroma dapur yang menyengat.
Jika keadaan ini terus menerus
dipelihara oleh istri, jangan heran jika suami tidak betah di rumah, ia
lebih suka menghabiskan waktunya di luar ketimbang di rumah. Semestinya,
berhiasnya dia lebih ditujukan kepada suami Janganlah keindahan yang
telah dianugerahkan oleh Allah diberikan kepada orang lain, padahal
suami nya di rumah lebih berhak untuk itu.
5. Kurang berterima kasih
Tidak jarang, seorang suami tidak mampu
memenuhi keinginan sang istri. Apa yang diberikan suami jauh dari apa
yang ia harapkan. Ia tidak puas dengan apa yang diberikan suami,
meskipun suaminya sudah berusaha secara maksimal untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dan keinginan-keinginan istrinya.
Istri kurang bahkan tidak memiliki rasa
terima kasih kepada suaminya. Ia tidak bersyukur atas karunia Allah yang
diberikan kepadanya lewat suaminya. Ia senantiasa merasa sempit dan
kekurangan. Sifat qona’ah dan ridho terhadap apa yang diberikan Allah
kepadanya sangat jauh dari dirinya.
Seorang istri yang shalihah tentunya
mampu memahami keterbatasan kemampuan suami. Ia tidak akan membebani
suami dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukan suami. Ia akan berterima
kasih dan mensyukuri apa yang telah diberikan suami. Ia bersyukur atas
nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya, dengan bersyukur, insya Allah,
nikmat Allah akan bertambah.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”
6. Mengingkari kebaikan suami
“Wanita merupakan mayoritas penduduk neraka.”
Demikian disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah shalat gerhana ketika terjadi gerhana matahari.
Ajaib !! wanita sangat dimuliakan di
mata Islam, bahkan seorang ibu memperoleh hak untuk dihormati tiga kali
lebih besar ketimbang ayah. Sosok yang dimuliakan, namun malah menjadi
penghuni mayoritas neraka. Bagaimana ini terjadi?
“Karena kekufuran mereka,” jawab
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika para sabahat bertanya
mengapa hal itu bisa terjadi. Apakah mereka mengingkari Allah?
Bukan, mereka tidak mengingkari Allah,
tapi mereka mengingkari suami dan kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat
suaminya. Andaikata seorang suami berbuat kebaikan sepanjang masa,
kemudian seorang istri melihat sesuatu yang tidak disenanginya dari
seorang suami, maka si istri akan mengatakan bahwa ia tidak melihat
kebaikan sedikitpun dari suaminya. Demikian penjelasan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari
(5197).
Mengingkari suami dan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan suami!!
Inilah penyebab banyaknya kaum wanita
berada di dalam neraka. Mari kita lihat diri setiap kita, kita saling
introspeksi , apa dan bagaimana yang telah kita lakukan kepada
suami-suami kita?
Jika kita terbebas dari yang demikian, alhamdulillah. Itulah yang kita harapkan. Berita gembira untukmu wahai saudariku.
Namun jika tidak, kita (sering)
mengingkari suami, mengingkari kebaikan-kebaikannya, maka
berhati-hatilah dengan apa yang telah disinyalir oleh Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bertobat, satu-satunya pilihan utuk
terhindar dari pedihnya siksa neraka. Selama matahari belum terbit dari
barat, atau nafas telah ada di kerongkongan, masih ada waktu untuk
bertobat. Tapi mengapa mesti nanti? Mengapa mesti menunggu sakaratul
maut?
Janganlah engkau katakan besok dan besok
wahai saudariku; kejarlah ajalmu, bukankah engkau tidak tahu kapan
engkau akan menemui Robb mu?
“Tidaklah seorang isteri yang menyakiti
suaminya di dunia, melainkan isterinya (di akhirat kelak): bidadari yang
menjadi pasangan suaminya (berkata): “Jangan engkau menyakitinya, kelak
kamu dimurkai Allah, seorang suami begimu hanyalah seorang tamu yang
bisa segera berpisah dengan kamu menuju kami.” (HR. At Tirmidzi, hasan)
Wahai saudariku, mari kita lihat, apa
yang telah kita lakukan selama ini , jangan pernah bosan dan henti untuk
introspeksi diri, jangan sampai apa yang kita lakukan tanpa kita
sadari membawa kita kepada neraka, yang kedahsyatannya tentu sudah
Engkau ketahui.
Jika suatu saat, muncul sesuatu yang
tidak kita sukai dari suami; janganlah kita mengingkari dan melupakan
semua kebaikan yang telah suami kita lakukan.
“Maka lihatlah kedudukanmu di sisinya. Sesungguhnya suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR.Ahmad)
7. Mengungkit-ungkit kebaikan
Setiap orang tentunya memiliki kebaikan,
tak terkecuali seorang istri. Yang jadi masalah adalah jika seorang
istri menyebut kebaikan-kebaikannya di depan suami dalam rangka
mengungkit-ungkit kebaikannya semata.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan
menyakiti (perasaan si penerima).” [Al Baqarah: 264]
Abu Dzar radhiyallahu ‘Anhu
meriwayatkan, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Ada tiga kelompok manusia dimana Allah tidak akan berbicara dan tak
akan memandang mereka pada hari kiamat. Dia tidak mensucikan mereka dan
untuk mereka adzab yang pedih.”
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya sebanyak tiga
kali.” Lalu Abu Dzar bertanya, “Siapakah mereka yang rugi itu, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang menjulurkan kain sarungnya ke
bawah mata kaki (isbal), orang yang suka mengungkit-ungkit kebaikannya
dan orang yang suka bersumpah palsu ketika menjual. ” [HR. Muslim]
8. Sibuk di luar rumah
Seorang istri terkadang memiliki banyak
kesibukan di luar rumah. Kesibukan ini tidak ada salahnya, asalkan
mendapat izin suami dan tidak sampai mengabaikan tugas dan tanggung
jawabnya.
Jangan sampai aktivitas tersebut
melalaikan tanggung jawab nya sebagai seorang istri. Jangan sampai
amanah yang sudah dipikulnya terabaikan.
Ketika suami pulang dari mencari nafkah,
ia mendapati rumah belum beres, cucian masih menumpuk, hidangan belum
siap, anak-anak belum mandi, dan lain sebagainya. Jika hni terjadi terus
menerus, bisa jadi suami tidak betah di rumah, ia lebih suka
menghabiskan waktunya di luar atau di kantor.
9. Cemburu buta
Cemburu merupakan tabiat wanita, ia
merupakan suatu ekspresi cinta. Dalam batas-batas tertentu, dapat
dikatakan wajar bila seorang istri merasa cemburu dan memendam rasa
curiga kepada suami yang jarang berada di rumah. Namun jika rasa cemburu
ini berlebihan, melampaui batas, tidak mendasar, dan hanya berasal dari
praduga; maka rasa cemburu ini dapat berubah menjadi cemburu yang
tercela.
Cemburu yang disyariatkan adalah
cemburunya istri terhadap suami karena kemaksiatan yang dilakukannya,
misalnya: berzina, mengurangi hak-hak nya, menzhaliminya, atau lebih
mendahulukan istri lain ketimbang dirinya. Jika terdapat tanda-tanda
yang membenarkan hal ini, maka ini adalah cemburu yang terpuji. Jika
hanya dugaan belaka tanpa fakta dan bukti, maka ini adalah cemburu yang
tercela.
Jika kecurigaan istri berlebihan, tidak
berdasar pada fakta dan bukti, cemburu buta, hal ini tentunya akan
mengundang kekesalan dan kejengkelan suami. Ia tidak akan pernah merasa
nyaman ketika ada di rumah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan,
kejengkelannya akan dilampiaskan dengan cara melakukan apa yang
disangkakan istri kepada dirinya.
10. Kurang menjaga perasaan suami
Kepekaan suami maupun istri terhadap
perasaan pasangannya sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya
konflik, kesalahpahaman, dan ketersinggungan. Seorang istri hendaknya
senantiasa berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatannya agar tidak
menyakiti perasaan suami, ia mampu menjaga lisannya dari kebiasaan
mencaci, berkata keras, dan mengkritik dengan cara memojokkan. Istri
selalu berusaha untuk menampakkan wajah yang ramah, menyenangkan, tidak
bermuka masam, dan menyejukkan ketika dipandang suaminya.
Demikian beberapa kesalahan-kesalahan
istri yang terkadang dilakukan kepada suami yang seyogyanya kita hindari
agar suami semakin sayang pada setiap istri. Semoga keluarga kita
menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Tatkala Istri Durhaka/Nusyuz
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ
بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ
حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Tafsir:
“(Kaum lelaki menjadi pemimpin) artinya mempunyai kekuasaan (terhadap kaum wanita) dan berkewajiban mendidik dan membimbing mereka (oleh karena Allah telah melebihkan sebagian kamu atas lainnya) yaitu kekuasaan dan sebagainya (dan juga karena mereka telah menafkahkan) atas mereka (harta mereka. Maka wanita-wanita yang saleh ialah yang taat) kepada suami mereka (lagi memelihara diri di balik belakang)) artinya menjaga kehormatan mereka dan lain-lain sepeninggal suami (karena Allah telah memelihara mereka) sebagaimana dipesankan-Nya kepada pihak suami itu. (Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyus) artinya pembangkangan mereka terhadap kamu misalnya dengan adanya ciri-ciri atau gejala-gejalanya (maka nasihatilah mereka itu) dan ingatkan supaya mereka takut kepada Allah (dan berpisahlah dengan mereka di atas tempat tidur)maksudnya memisahkan kamu tidur ke ranjang lain jika mereka memperlihatkan pembangkangan (dan pukullah mereka) yakni pukullah yang tidak melukai jika mereka masih belum sadar (kemudian jika mereka telah menaatimu) mengenai apa yang kamu kehendaki (maka janganlah kamu mencari gara-gara atas mereka) maksudnya mencari-cari jalan untuk memukul mereka secara aniaya. (Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar)karena itu takutlah kamu akan hukuman-Nya jika kamu menganiaya mereka.”
Tak terelakkan lagi dalam setiap keluarga, barangkali ketika menjalani rumah tangga sering ada cek-cok, masalah, dan keributan. Sampai-sampai istri berbuat nusyuz
atau melakukan pembangkangan. Terutama karena tidak memperhatikan
kewajiban masing-masing dan seringnya menuntut hak. Akhirnya keributan
pun terjadi. Islam sudah mengetahui akan terjadi masalah semacam ini dan
Islam berusaha memberikan solusi terbaik, supaya rumah tangga tetap
utuh. Jangan sampai istri berbuat melampaui batas, begitu pula suami
ketika menyikapi istri.
Apa itu Nusyuz?
Nusyuz secara bahasa berarti tempat yang
tinggi (menonjol). Sedangkan secara istilah nusyuz berarti istri
durhaka kepada suami dalam perkara ketaatan pada suami yang Allah
wajibkan, dan pembangkangan ini telah menonjol.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Nusyuz adalah meninggalkan perintah suami, menentangnya dan
membencinya” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4: 24).
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud nusyuz adalah wanita keluar dari rumah suaminya tanpa ada alasan yang benar.
Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah berpendapat bahwa nusyuz adalah keluarnya wanita dari
ketaatan yang wajib kepada suami. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 40: 284).
Ringkasnya, nusyuz adalah istri tidak lagi menjalankan
kewajiban-kewajibannya.
Hukum Nusyuz
Nusyuz wanita pada suami adalah haram.
Karena wanita nusyuz yang tidak lagi mempedulikan nasehat, maka suami
boleh memberikan hukuman. Dan tidaklah hukuman ini diberikan melainkan
karena melakukan yang haram atau meninggalkan yang wajib. Mengenai
hukuman yang dimaksud disebutkan dalam ayat,
وَاللَّاتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).
Mengobati Istri yang Nusyuz
Jika wanita terus bermuka masam di
hadapan suami, padahal suami sudah berusaha berwajah seri; berkata
dengan kata kasar, padahal suami sudah berusaha untuk lemah lembut;
atau ada nusyuz yang lebih terang-terangan seperti selalu enggan jika
diajak ke ranjang, keluar dari rumah tanpa izin suami, menolak bersafar
bersama suami, maka hendaklah suami menyelesaikan permasalahan ini
dengan jalan yang telah dituntukan oleh Allah Ta’ala sebagaimana
disebutkan dalam ayat di atas. Urutannya dimulai dari hal berikut ini:
1. Memberi nasehat
Hendaklah suami menasehati istri dengan
lemah lembut. Suami menasehati istri dengan mengingatkan bagaimana
kewajiban Allah padanya yaitu untuk taat pada suami dan tidak
menyelisihinya. Ia pun mendorong istri untuk taat pada suami dan
memotivasi dengan menyebutkan pahala besar di dalamnya. Wanita yang baik
adalah wanita sholehah, yang taat, menjaga diri meski di saat suami
tidak ada di sisinya. Kemudian suami juga hendaknya menasehati istri
dengan menyebutkan ancaman Allah bagi wanita yang mendurhakai suami.
Jika istri telah menerima nasehat
tersebut dan telah berubah, maka tidak boleh suami menempuh langkah
selanjutnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya” (QS. An Nisa’: 34).
Namun jika nasehat belum mendapatkan hasil, maka langkah berikutnya yang ditempuh, yaitu hajr.
2. Melakukan hajr
Hajr artinya memboikot istri dalam
rangka menasehatinya untuk tidak berbuat nusyuz. Langkah inilah yang
disebutkan dalam lanjutan ayat,
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
“Dan hajarlah mereka di tempat tidur mereka” (QS. An Nisa’: 34).
Mengenai cara menghajr, para ulama memberikan beberapa cara sebagaimana diterangkan oleh Ibnul Jauzi:
- Tidak berhubungan intim terutama pada saat istri butuh
- Tidak mengajak berbicara, namun masih tetap berhubungan intim
- Mengeluarkan kata-kata yang menyakiti istri ketika diranjang
- Pisah ranjang (Lihat Zaadul Masiir, 2: 76).
Cara manakah yang kita pilih? Yang terbaik adalah cara yang sesuai dan lebih bermanfaat bagi istri ketika hajr.
Namun catatan penting yang perlu
diperhatikan, tidak boleh seorang suami memboikot istri melainkan di
rumahnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya mengenai kewajiban suami pada istri oleh Mu’awiyah Al Qusyairi,
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Dan janganlah engkau memukul
istrimu di wajahnya, dan jangan pula menjelek-jelekkannya serta jangan
melakukan hajr selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Karena jika seorang suami melakukan hajr di hadapan orang lain, maka si
wanita akan malu dan terhinakan, bisa jadi ia malah bertambah nusyuz.
Namun jika melakukan hajr untuk istri di luar rumah itu terdapat maslahat, maka silakan dilakukan karena Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan hajr terhadap istri-istri beliau di luar rumah selama sebulan.
Juga perlu diperhatikan bahwa hajr di
sini jangan ditampakkan di hadapan anak-anak karena hal itu akan sangat
berpengaruh terhadap mereka, bisa jadi mereka akan ikut jelek dan rusak
atau menjadi anak yangbroken home yang terkenal amburadul dan nakal.
Berapa lama masa hajr?
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa masa
hajr maksimal adalah empat bulan. Namun yang lebih tepat adalah pendapat
jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah
bahwa masa hajr adalah sampai waktu istri kembali taat (tidak nusyuz).
Karena dalam ayat hanya disebutkan secara mutlak, maka kita pun
mengamalkannya secara mutlak dan tidak dibatasi.
Namun jumhur ulama berpandangan bahwa
jika hajr yang dilakukan adalah dengan tidak berbicara pada istri, maka
maksimal hajr adalah tiga hari, meskipun istri masih terus-terusan
nusyuz karena suami bisa melakukan cara hajr yang lain. Dari Anas bin
Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ
“Tidak halal bagi seorang muslim melakukan hajr (boikot dengan tidak mengajak bicara) lebih dari tiga hari” (HR. Bukhari no. 6076 dan Muslim no. 2558).
Jika tidak lagi bermanfaat cara kedua ini, maka ada langkah berikutnya.
3. Memukul istri
Memukul istri yang nusyuz dalam hal ini
dibolehkan ketika nasehat dan hajr tidak lagi bermanfaat. Namun
hendaklah seorang suami memperhatikan aturan Islam yang mengajarkan
bagaimanakah adab dalam memukul istri:
a. Memukul dengan pukulan yang tidak membekas
Sebagaimana nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji wada’,
وَلَكُمْ
عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ
فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
“Kewajiban istri bagi kalian adalah
tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian
tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan
pukulan yang tidak membekas” (HR. Muslim no. 1218).
Jika seorang suami memukul istri
layaknya petinju –Mike Tyson-, maka ini bukanlah mendidik. Sehingga
tidak boleh pukulan tersebut mengakibatkan patah tulang, memar-memar,
mengakibatkan bagian tubuh rusak atau bengkak.
b. Tidak boleh lebih dari sepuluh
pukulan, sebagaimana pendapat madzhab Hambali. Dalilnya disebutkan dalam
hadits Abu Burdah Al Anshori, ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَجْلِدُوا فَوْقَ عَشْرَةِ أَسْوَاطٍ إِلاَّ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ
“Janganlah mencabuk lebih dari sepuluh cambukan kecuali dalam had dari aturan Allah” (HR. Bukhari no. 6850 dan Muslim no. 1708).
c. Tidak boleh memukul istri di wajah
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ
“Dan janganlah engkau memukul istrimu di wajahnya” (HR. Abu Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
‘Aisyah menceritahkan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَرَبَ خَادِماً لَهُ قَطُّ وَلاَ
امْرَأَةً لَهُ قَطُّ وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ أَنْ
يُجَاهِدَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
“Aku tidaklah pernah sama sekali
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu,
begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu
dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah”. (HR. Ahmad 6: 229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits inishahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)
d. Yakin bahwa dengan memukul istri itu
akan bermanfaat untuk membuatnya tidak berbuat nusyuz lagi. Jika tidak
demikian, maka tidak boleh dilakukan.
e. Jika istri telah mentaati suami, maka tidak boleh suami memukulnya lagi. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’: 34).
Demikian beberapa solusi yang ditawarkan
oleh Islam. Jika solusi yang ditawarkan di atas tidaklah bermanfaat,
maka perceraian bisa jadi sebagai jalan terakhir. Mudah-mudahan Allah
memudahkan untuk membahas hal ini. Semoga Allah memberi kemudahan demi
kemudahan.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Referensi:
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Saalim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AIslami, cetakan ketiga, 1404 H
Sumber: http://rumaysho.com
0 Response to "Dosa Istri Terhadap Suami"
Post a Comment