Seorang penjual daging datang kepada
Sayidina Ali bin Abi Thalib. Dengan semangat dia menawarkan daging
dengan kualitas super. Imam menjawabnya, “Aku tidak memiliki uang”. Si
penjual berkata, “Aku akan bersabar menantinya.” Dia memberi kesempatan
kepada imam untuk berhutang dan boleh membayar kapan saja. Namun Imam
Ali berkata, “Aku pun akan bersabar untuk tidak memakan daging.”
Kisah singkat ini memberikan banyak
pelajaran. Betapa keluarga Rasulullah selalu mengalahkan keinginannya
dengan kesabaran. Tidak pernah memaksa diri untuk memenuhi keinginan
saat tidak mampu membelinya. Padahal beliau mampu untuk berhutang.
Berapa banyak manusia yang dikejar-kejar
karena tak mampu membayar hutang? Berapa banyak keluarga yang hancur
karena pasangan yang selalu memaksa diri untuk mendapatkan sesuatu yang
tak mampu dibeli? Apalagi dengan maraknya barang-barang yang serba
kredit. Hanya dengan uang kecil mampu membeli barang yang mahal.
Kemudian dia akan kebingungan di setiap bulannya.
Kita harus mendidik keluarga untuk
belajar bersabar. Belajar untuk tidak memaksa diri memenuhi semua
keinginan. Belajar untuk tidak iri kepada orang lain. Belajar untuk
hidup sesuai dengan kemampuannya. Karena tanpa kesabaran, masalah akan
semakin bertumpuk tanpa ada solusi.
Suatu hari ada seorang ibu yang menangis
karena putranya meninggal. Imam membiarkan dia menangis karena wajar
seorang ibu menangis saat ditinggal orang yang dia cintai. Namun
tangisan itu semakin menjadi-jadi disertai umpatan yang buruk. Seakan
dia tidak terima dengan ketentuan Allah ini.
Akhirnya imam menasehatinya dengan
berkata, “Jika kamu bersabar maka anakmu tetap akan meninggal dan engkau
mendapatkan pahala. Namun jika kamu gelisah dengan berbagai umpatanmu
itu, anakmu tetaplah tidak bisa hidup kembali dan kamu akan berdosa.”
Artinya, saat kita mendapat musibah lalu
berteriak menyalahkan sana sini, bukan berarti musibah itu akan berubah.
Teriakan dan umpatan itu tidak akan merubah apapun. Namun jika kita
bersabar, itu sudah membuka pintu jalan keluar. Setelah hati mulai
tenang, barulah kita mulai mencari jalan keluar karena Allah selalu
bersama orang yang sabar. “Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (An-Nisa’ 25)
Banyak hal yang kita anggap baik, tapi
sebenarnya itu buruk bagi kita. Dan yang lebih mengetahui kebaikan bagi
manusia adalah Penciptanya. Dalam ayat ini Allah swt telah mengabarkan
kepada kita bahwa bersabar itu lebih baik. Maka terimalah apapun yang
terjadi dan bersabarlah. Karena tidak ada yang mencintai manusia
melebihi Allah swt, Dia lah yang Maha Penyayang. Mustahil jika Dia
membebankan sesuatu yang diluar batas kemampuan kita. “Tetapi boleh
jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh
jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah
Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (AL-Baqarah 216)
Apa saja Bentuk Kesabaran itu?
Rasulullah Saw bersabda, “Kesabaran itu ada 3 macam; Sabar ketika menghadapi musibah, sabar ketika menjalankan taat dan sabar ketika menjauhi maksiat.”
Pertama, Sabar ketika Menghadapi Musibah. Sabar
ketika menghadapi musibah adalah kesabaran yang paling mudah. Karena
saat itu kita tidak memiliki pilihan lain. Kita tidak bisa memilih
tertimpa musibah atau terhindar darinya. Musibah itu telah datang dan
pilihan kita hanya bersabar atau tidak. Rasulullah melanjutkan sabdanya,“Barangsiapa
yang bersabar atas musibah dan mengembalikan semua kepada Allah maka
Allah akan memberikan kepadanya 300 derajat. Dan antara satu derajat
dengan derajat yang lain jaraknya seperti langit dan bumi.”
Kedua, Sabar ketika Taat. Kesabaran
yang kedua ini lebih sulit dibanding yang pertama. Karena manusia punya
pilihan untuk menjalankan ketaatan atau tidak. Dia bebas menentukan.
Hanyalah orang-orang yang sadar, yang mau bersabar melakukan ketaatan
yang diperintahkan Allah swt. Walau terkadang berat untuk solat di
tengah kesibukannya. Bangun malam untuk menghadap Tuhannya. Tapi dia
tetap bersabar untuk menjalankannya. Kesabaran dalam menjalankan
perintah Allah tidak cukup hanya ketika melakukan ketaatan itu. Dia
harus sabar ketika memulai, melakukan dan setelah selesai melakukan
ketaatan itu.
Dia harus sabar ketika memulai dengan
memberishkan niat dari selain-Nya. Membuang segala maksud kecuali hanya
kepada-Nya. Menyingkirkan perasaan-perasaan riya’ dan ingin dipuji orang
lain. Dia harus bersabar melawan semua itu.
Dia juga harus bersabar ketika melakukaan
ketaatan. Bersabar jika amalan itu mulai membuatnya capek, mengantuk
bahkan harus menomorduakan urusan lainnya demi menjalankan perintah
Allah swt.
Dan yang tak kalah pentingnya, dia harus
bersabar untuk tidak membuat amal baiknya hangus sia-sia. Dia harus
bersabar untuk tidak mengungkit-ungkit kebaikannya. Karena perbuatan ini
menghancurkan segala amal baik yang kita lakukan, “Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima).” (Al-Baqarah 264)
Untuk kesabaran yang kedua ini, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa
yang bersabar ketika menjalankan ketaatan maka Allah akan memberikan
kepadanya 600 derajat. Dan antara satu derajat dengan derajat yang lain
jaraknya seperti dasar bumi dan Arsy.”
Ketiga, Sabar ketika Menjauhi Maksiat.
Inilah kesabaran yang paling sulit. Sabar untuk tidak tergoda oleh
kenikmatan yang menggiurkan. Sabar untuk tetap memilih Allah dan tidak
mengikuti ajakan setan. Sabar untuk tidak memuaskan hawa nafsu dengan
melanggar larangan Allah swt.
Sabar untuk tidak bermaksiat itu sangat
sulit. Apalagi saat sedang di luar kota, saat tidak ada orang yang
mengenal kita. Untuk apa menjaga diri, toh tidak ada yang kenal. Saat
kita sendiri, untuk apa takut berbuat maksiat? Kan tidak ada yang
melihat. Perasaan itu selalu muncul dalam keseharian kita. Karenanya,
bersabar untuk tidak bermaksiat adalah kesabaran yang paling sulit.
Kisah terbaik dalam Al-Qur’an adalah
kisah Nabi Yusuf as. Dia telah mencapai tingkat kesabaran tertinggi
ketika menolak ajakan Zulaikha untuk bermaksiat. Padahal sebelumnya dia
adalah budak yang dijual. Hidup dalam tekanan. Kemudian dibeli oleh
seorang majikan. Dan kini dia dirayu oleh majikannya dengan segala
persiapan sehingga jika Nabi Yusuf mau, tidak akan ada seorang pun yang
tahu.
Tapi Nabi Yusuf sadar, walaupun tidak ada
seorang pun yang tahu, Allah tetap Maha Mengetahui. Tanpa berpikir lagi
dia langsung menolak ajakan Zulaikha dengan berkata, “Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” (Yusuf 23)
Sangat sulit ketika orang ingin berbuat
jujur tapi ada yang merayunya untuk disuap. Dia tidak meminta suap tapi
orang lain merayunya. Posisi semacam ini sangatlah sulit jika kita tidak
melatih diri untuk bersabar atas maksiat.
Khususnya bagi para penyampai kebenaran,
para pendakwah dan ulama. Mereka harus memiliki kesabaran yang lebih.
Mereka harus bersabar untuk melaksanakan kebenaran yang telah mereka
sampaikan. Dan bersabar dalam mengajak orang lain untuk mengikuti
kebenaran. Karena orang yang menyampaikan kebenaran akan memiliki banyak
musuh dan berbagai rintangan,“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat
dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.” (Luqman 17)
Melakukan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar perlu kesabaran extra karena pasti banyak yang tidak suka. Hingga Allah swt menggandengkan kebenaran dengan kesabaran. “Serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (Al-Ashr 3)
Setiap hari kita dalam kondisi berperang
untuk memenangkan kesabaran. Sungguh beruntung orang yang memilih
kesabaran dan sungguh merugi seorang yang pergi darinya.
Sumber http://www.khazanahalquran.com
0 Response to "Kuncinya hanya Sabar!"
Post a Comment