Abu Utsman an-Nahdi mengatakan: “Adalah para salaf mengagungkan tiga
waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan
Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama
bulan Muharram”
Berikut amaliah selama bulan Muharram:
1) Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9 Muharram)
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ الله أَنَّهُ
يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُوْدُ وَنَّصَارَى فَقَالَ رَسُوْلُ اللهُ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ
اللهُ صُمنَا الْيَوْمو التَّاسِعَ قَالَ: فَلَمْ يَأَتِ الْعَامُ
الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para
sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah,
sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang Yahudi dan
nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun
depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai
tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan.” (HR. Al Bukhari)
2) Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)
Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
كَانَ يَوْمُ شُعَرَاءَ تُعِدُّهُ الْيَهُودُ عِيْدًا قَالَ النَبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَصُوْمُوْهُ أَنتُمْ.
Dulu hari Asyura’ dijadikan orang Yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)
Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan :
سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ: كَفَّارَةُ سَنَةً
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab:“Puasa Asyura menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ
وَالْيَهُوْدُ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فَقَالُوْا هَذَا يَوْمٌ ضَهَرَ
فِيْهُ مُوْسَى عَلَى فِرعَوْنَ فَقَالَ النَّبِيِّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأَصْحَانِهِ: أَنْتُمْ أَحَقُّ مُوْسَى مِنْهُمْ فَصُوْمُوْا.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara
orang-orang Yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari
di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepada para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang Yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari).
Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam Islam, sebelum
Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau
mengatakan:
أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاة عَاشُوْرَاءَ اِلَى قُرَى الْأَ لْضَارِ
مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمنْ أَصْبَحَ
صَائِمًا فَلْيَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُوْمُهُ بَعْدَ وَنَصُوْمُ
صِبْيَاتُنَا وَنَجْعَلُ لَهُم اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَأِذَا بَكَى
أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامَ أَعْطَيْنَاهُ ذَلِكَ حَتَّى يَكُوْنَ عِنْدَ
الْاِفْطَانِ
Suatu ketika, di pagi
hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang
mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan
pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa
sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan
puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan
kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari
kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan
itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan:
كَانَ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ تَصُوْمُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَهِلِيَّةِ
فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّ
فَرَضَ رَمَضَانَ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ
شَاءَ تَرَكَهُ.
“Dulu
hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa
jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah,
beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk
berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari
Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak
ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)Tingkatan Puasa Asyura
Ibnul Qayim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:
1. Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura, dan sehari setelahnya.
2. Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan banyak hadits.
3. Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
3) Memperbanyak puasa selama bulan Muharram
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ الله الْمُحَرَّمِ
“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim),
Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan :
اَلْيَوْمَ يَوْمُ عَاشُوْرَاء وَهَذَا الشَّهْرُ – يَعْنِى شَهْرُ
رَمَضَانَ – مَارَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ اللهُ عَلَى غَيْرِهِ اِلاَّ هَذَا.
“Saya
tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu
hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang lainnya
kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Akan tetapi perlu diingat tidak boleh berpuasa pada seluruh hari bulan
Muharram, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
berpuasa sebulan penuh kecuali pada Ramadhan saja.
4) Memperbanyak Taubat
Taubat adalah kembali kepada Allah dari perkara yang Dia benci secara
lahir dan batin menuju kepada perkara yang Dia senangi. Menyesali atas
dosa yang telah lalu, meninggalkan seketika itu juga dan bertekad untuk
tidak mengulanginya kembali. Taubat adalah tugas seumur hidup.
Maka kewajiban bagi seorang muslim apabila terjatuh dalam dosa dan
maksiat untuk segera bertaubat, tidak menunda-nundanya, karena dia tidak
tahu kapan kematian akan menjemput. Dan juga perbuatan jelek biasanya
akan mendorong untuk mengerjakan perbuatan jelek yang lain. Apabila
berbuat maksiat pada hari dan waktu yang penuh keutamaan, maka dosanya
akan besar pula, sesuai dengan keutamaan waktu dan tempatnya. Maka
bersegeralah bertaubat kepada Allah.
sumber: http://kasmui.com
0 Response to "Bulan Muharram dan Amaliah-amaliah Sunnahnya"
Post a Comment